Secara
prinsip BMT dan Bank Syariah sama-sama menjunjung asas ekonomi islam dalam
sistem maupun operasionalnya. Namun, BMT memiliki beberapa perbedaan dengan
Bank Syariah.
Perbedaan
yang paling menonjol adalah status hukum yang menaungi keduanya dimana Bank
Syariah sudah berbentuk perseroan dan tunduk di bawah Undang-Undang tentang
Perbankan Syariah. Sedangkan BMT masih belum memiliki status dan
perundang-undangan yang jelas walaupun mendapat dukungan dari pemerintah.
Sebagai solusinya, hingga saat ini BMT masih menginduk pada perundang-undangan
koperasi walaupun secara mekanisme kerja berbeda.
Modal awal BMT tidak sebesar Bank Syariah, karena salah satu syarat
berdirinya bank adalah mencapai modal awal sebesar yang telah ditentukan dalam
undang-undang perbankan, demikian juga dengan Bank Syariah harus memenuhi syarat
tersebut.
Pangsa pasar BMT lebih kecil daripada bank syariah,
yaitu seputar wilayah Kabupaten, khususnya bagi masyarakat dengan tingkat
ekonomi menengah ke bawah. Namun, pada saat ini tidak jarang ditemukan BMT yang
pangsa pasarnya adalah menengah keatas.
Pada
nisbah bagi hasil produk tabungan, Bank Syariah dan BMT cenderung memiliki
perbedaan, dimana BMT menentukan nisbah yang lebih kecil bagi nasabah
(penabung). Hal ini disebabkan karena pertimbangan modal BMT yang lebih kecil,
sistem profit and lost sharing yang berbeda dengan bank syariah (revenue
sharing), tidak adanya pembebanan biaya administrasi bagi nasabah, serta
tingkat likuiditas BMT itu sendiri. Pada kasus BMT, biaya administrasi
dibebankan pada nasabah saat nasabah hendak menutup rekening tabungannya.
Pada
produk pembiayaan, BMT tidak menentukan nisbah tertentu. Prosentase bagi hasil
tersebut ditentukan melalui kesepakatan antara pihak BMT dengan calon peminjam
secara personal. Hal ini disebabkan karena BMT tidak tunduk kepada regulasi BI
(Bank Indonesia) sehingga lebih leluasa dalam menerapkan konsep bagi hasil yang
sesungguhnya.
1. Problematika BMT
Dengan
segala kekurangan, kelebihan, keunggulan dari BMT, problematika tetap saja ada,
antara lain :
a.
Modal
Modal
yang relatif kecil menjadi permasalahan yang setiap saat ada pada BMT. Didukung
dengan perputaran modal yang belum tentu kembali 100 % untuk BMT. Diperlukan
adanya suntikan dana yang cukup baik dari pemerintah atau pihak-pihak yang
tertarik untuk berinvestasi di BMT.
b.
Kredit
Macet
Lambatnya
angsuran yang diterima oleh BMT menjadi alasan yang klasik bagi BMT. Persoalan
ini sudah menjadi santapan tiap terjadi akad-akad pembiayaan walaupun tidak
semua peminjam selalu bermasalah.
c.
Likuiditas
Dengan
modal yang relatif kecil dan diharuskan terjadi perputaran untuk memperoleh
laba, di samping dana pihak ketiga juga ikut diputar agar dana yang disimpan
memperoleh bagi hasil, maka BMT akan mengalami permasalahan likuiditas jika
tidak dapat memenuhi permintaan uang oleh nasabah.
d.
Pangsa
Pasar
Pasar
yang digarap oleh BMT (Dana Mentari) adalah terbatas lingkup kabupaten,
sehingga jika diambil sebuah analisis, di kabupaten Banyumas tidak terdapat
industri-industri yang besar sehingga kurang mendukung adanya BMT sebagai
intermediasi. Selain itu, pangsa pasar di Purwokerto sudah terbatas karena saat
ini banyak bank yang sudah masuk ke dalam kegiatan ekonomi skala kecil.
Kesimpulan
Dari
berbagai data di atas dapat diperoleh kesimpulan
bahwa BMT secara hukum berbeda status dengan bank syaruah. Dengan begitu, BMT
menerapkan konsep syariah lebih baik dari Bank Syariah karena tidak diatur oleh
regulasi Bank Indonesia. Selain itu, BMT memiliki pangsa pasar yang berbeda
dengan Bank Syariah, khususnya dalam hal luasnya. Hal tersebut pula yang
kemudian berimbas pada perbedaan dalam hal mekanisme kerja keduanya. Proporsi
pendapatan dalam nisbah bagi hasil selalu lebih besar bagi pihak BMT, khususnya
dalam produk simpann.
Gerakan
BMT yang gencar ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Pemerintah
misalnya, perlu meregulasikan perundang-undangan yang jelas bagi BMT, sehingga
kinerjanya lebih optimal dan tidak terbentur urusan hukum. Masyarakat pun akan
mulai mempercayakan kebutuhan ekonominya pada lembaga mikro syariah ini,
khususnya masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.