Saturday, April 22, 2017

Tugas Mikro Ekonomi

Pendahuluan
Sejarah telah menunjukkan bahwa Usaha Kecil dan Mikro (UKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan adanya krisis ekonomi yang telah melandanegeri ini sejak tahun 1997, bahkan menjadi katup penyelamat bagi pemulihan ekonomi bangsa karena kemampuannya memberikan sumbangan yang cukupsignifikan pada PDB maupun penyerapan tenaga kerja. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah UKM secara nasional ada 42,4 juta dengan memberikan sumbangan terhadap PDB mencapai Rp.1.013,5 trillun (56,7% dari total PDB) dan kemampuan penyerapan tenaga kerja sebesar 79 juta jiwa (BDS LPPM UNS, 2005).
Kecenderungan kemampuan UKM memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian suatu negara tidak saja terjadi di Indonesia dan negara-negara berkembang namun juga terjadi di negara-negara maju pada saatsaat negara tersebut membangun kemajuan perekonomiannya sampai sekarang. Kondisi demikian mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menetapkan tahun 2004 sebagai tahun International microfinance. Hal ini dimasudkan tidak saja untuk menunjukkan keberpihakan badan dunia tersebut terhadap UKM namun juga dalam rangka mendorong negara berkembang untuk lebih memberikan perhatian pada pemberdayaan UKM dengan cara memberikan berbagai stimulan dan fasilitasi.
Sejalan dengan program PBB tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan tahun 2005 sebagai “Tahun UMKM Indonesia” dengan melakukan berbagai instrumen dan program fasilitasi pemberdayaan UKM di tingkat nasional, sedangkan untuk di daerah diharapkan dilakukan oleh pemerintah daerah.[1]
Dan Globalisasi merupakan kondisi yang menciptkan suatu keniscayaan bagi negara-negara dunia ketiga terutama Indonesia, kekuatannya tidak bisa ditandingi oleh sistem regulasi yang tertutup, globalisasi juga bisa membuat negara tersebut maju dan globalisasi juga bisa membuat negara tersebut menjadi miskin. Logical Framework of Globalization adalah bagaimana dunia ini merupakan dunia tanpa batas, dan globalisasi juga menciptakan keterbukaan terutama dalam perdagangan Internasional, sehingga globalisasi di klaim oleh pecinta globalisasi sebagai formula untuk bias memajukan negara yang miskin, berkembang dan menjadi negara yang maju.
Globalisasi telah menciptakan pertumbuhan bagi negara-negara di Asia dengan ditunjukan oleh banyaknya orang yang sejahtera karena eksport industrialisasi, tetapi banyak juga mengagap bahwa dengan globalisasi orang tereksploitasi oleh prosesnya. Oleh karena itu globalisasi bagi negara berkembang dalam hal ini Indonesia merupakan suatu potret suram akibat keganasan globalisasi, hal yang kasat mata adalah semakin miskinnya orang Indonesia.[2]

Pembahasan
A.    Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Korten (1984), masa pasca industri akan menghadapi kondisikondisi baru yang sama sekali berbeda dengan kondisi di masa industri, dimana potensi-potensi baru penting dewasa ini memperkokoh kesejahteraan, keadilan, dan kelestarian umat manusia. Titik pusat perhatiannya adalah pada pendekatan ke arah pembangunan yang lebih berpihak kepada rakyat.
Logika paradigma ini yang menonjol adalah logika lingkungan hidup manusia yang berimbang; sumber dayanya yang dominan adalah sumber daya informasi dan prakarsa yang kreatif yang tak kunjung habis; dan sasarannya yang dominan adalah pertumbuhan umat manusia yang dirumuskan dalam rangka lebih terealisasinya potensi umat manusia. Individu bukanlah sebagai obyek, melainkan berperan sebagai pelaku, yang menentukan tujuan, mengontrol sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi hidupnya sendiri.
Seminar Nasional Pengembangan SDM Indonesia,Bogor 21 September 2005 4 Kesejahteraan dan realisasi diri manusia merupakan jantung konsep pembangunan yang memihak rakyat dan pemberdayaan masyarakat. Perasaan berharga diri yang diturunkan dari keikutsertaan dalam kegiatan produksi adalah sama pentingnya bagi pencapaian mutu hidup yang tinggi dengan keikutsertaan dalam konsumsi produk-produknya. Keefisienan sistem produksi, karenanya haruslah tidak semata-mata dinilai berdasar produk-produknya, melainkan juga berdasar mutu kerja sebagai sumber penghidupan yang disediakan bagi para pesertanya, dan berdasar kemampuannya menyertakan segenap anggota masyarakat. Salah satu perbedaan penting antara pembangunan yang memihak rakyat dan pembangunan yang mementingkan produksi ialah bahwa yang kedua itu secara terus menerus menundukkan kebutuhan rakyat di bawah kebutuhan sistem agar sistem produksi tunduk kepada kebutuhan rakyat (Korten, 1984).[3]
Untuk melakukan pemberdayaan masyarakat secara umum dapat diwujudkan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat (Karsidi, 1988), sebagai berikut:
1. Belajar Dari Masyarakat Prinsip yang paling mendasar adalah prinsip bahwa untuk melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Ini berarti, dibangun pada pengakuan serta kepercayaan akan nilai dan relevansi pengetahuan tradisional masyarakat serta kemampuan masyarakat untuk memecahkan masalah-masalahnya sendiri.
2. Pendamping sebagai Fasilitator, Masyarakat sebagai Pelaku Konsekuensi dari prinsip pertama adalah perlunya pendamping menyadari perannya sebagai fasilitator dan bukannya sebagai pelaku atau guru. Untuk itu perlu sikap rendah hati serta ketersediaan untuk belajar dari masyarakat dan menempatkan warga masyarakat sebagai narasumber utama dalam memahami keadaan masyarakat itu sendiri. Bahkan dalam penerapannya masyarakat dibiarkan mendominasi kegiatan. Kalaupun pada awalnya peran pendamping lebih besar, harus diusahakan agar secara bertahap peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan prakarsa kegiatan-kegiatan pada warga masyarakat itu sendiri.
3. Saling Belajar, Saling Berbagi Pengalaman Salah satu prinsip dasar pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan lokal masyarakat. Hal ini bukanlah berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak berubah. Kenyataan objektif telah membuktikan bahwa dalam banyak hal perkembangan pengalaman dan pengetahuan lokal (bahkan tradisional) masyarakat tidak sempat mengejar perubahan-perubahan yang terjadi dan tidak lagi dapat memecahkan masalah-masalah yang berkembang. Namun sebaliknya, telah terbukti pula bahwa pengetahuan modern dan inovasi dari luar yang diperkenalkan oleh orang luar tidak juga dapat memecahkan masalah mereka. Bahkan dalam banyak hal, pengetahuan modern dan inovasi dari luar malah menciptakan masalah yang lebih besar lagi. Karenanya pengetahuan local masyarakat dan pengetahuan dari luar atau inovasi, harus dipilih secara arif dan atau saling melengkapi satu sama lainnya.

B.     Perkembangan Ekonomi Mikro Di Indonesia
Setelah krisis ekonomi dan pemulihan berjalan selama tujuh tahun, beberapa studi telah menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia tidak hanya mengandalkan peranan usaha besar, dan UMKM terbukti mempunyai ketahanan relatif lebih baik dibandingkan usaha dengan skala lebih besar. Tidak mengherankan bahwa baik pada masa krisis dan masa pemulihan perekonomian Indonesia saat ini, UMKM memiliki peranan yang sangat strategis dan penting ditinjau dari berbagai aspek. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Kedua, potensinya yang besar dalam menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha dengan skala lebih besar. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukkan PDB cukup signifikan. Keempat, memiliki sumbangan kepada devisa negara dengan nilai ekspor yang cukup stabil.[4]
Peranan pemberdayaan seharusnya bisa terealisasi apabila pemerintah dan swasta bisa menciptakan suatu program yang sifatnya memberikan akses modal kepada usaha mikro, sebab kendala yang banyak dihadapi oleh usaha ini adalah masalah permodalan, fenomena permodalan ini apabila kita kaji lebih empiris di lapangan yaitu masih adanya ketidakadilan dalam penyalurannya, misalnya usaha mikro sering dipersulit untuk bisa mendapatkan modal, seperti prosedur yang berbelit-belit, harus ada jaminan, serta banyak lembaga keuangan tidak menyediakan permodalan bagi usaha mikro. Dan fenomena tersebut bisa kita lihat secara kasat mata sehingga dengan fenomena tersebut pemerintah dan swasta belum berpihak pada pembangunan yang berbasiskan kerakyatan.
Sehingga usaha mikro sering mengalihkan pinjaman permodalan kepada lembaga-lembaga keuangan informal, sehingga yang terjadi adalah penghisapan atau eksploitasi oleh lembaga informal dalam hal ini rentenir, eksploitasi tersebut terjadi dengan bunga yang tinggi, tetapi eksploitasi tersebut bisa dinikmati atau diterima oleh usaha mikro, nah itu merupakan fenomena yang harus segera dijawab oleh pemerintah dengan membuat kebijakan yang benar-benar diimplementasikan.
  
C.    Pemberdayaan Ekonomi Mikro Di Indonesia[5]
Tanamlah bibit yang baik mulai dari sekarang, walaupun hari esok kiamat”. Rasanya peribahasa itu cocok untuk Indonesia yang sedang terseok-seok menghilangkan image sebagai negara dengan tingkat korupsi 2.6 (Data ICW dari transparansi Indonesia). Nilai yang cukup buruk kata ICW, mengingat bahwa nilai yang bagus (perfect) dari indeks persepsi korupsi tersebut adalah di atas 8. Bahkan Indonesia berada di posisi nomor di bawah Vietnam. Jauh di atas Singapura dan Malaysia yang mempunyai indeks persepsi korupsi mencapai 5. Baru kemarin Indonesia (dan negara-negara lain di dunia yang menandatangani pakta anti korupsi pada tahun 2003) merayakan atau memperingati hari antokorupsi. Dan kantin kejujuran dibuka dimana-mana,di sekolah-sekolah dari mulai Perguruan Tinggi, SMA, SMP dan sekolah dasar. Dan baru kemarin pula (9 Dsember 2008), Bapak SBY memberikan pidato kepresidenan yang menyatakan bahwa ada 8 pos utama yang membuat korupsi di negara Indonesia meraja sampai sekarang ini. Kesemuanya adalah sebuah pos perekonomian makro. Bukanlah korupsi di lembaga mikro. Lembaga-lembaga yang jauh dari “pejabat” dan “kekuasaan”. Apakah memang di ladang pos ekonomi “makro” itukah benar-benar janung perekonomian negara kita bercokol di situ? Sehingga jika pos-pos tersebut goyah maka negara juga goyah? Atau ada sektor lain untuk memberdayakan perekonomian kita sehingga meuju kemapanan?
Pemberdayaan atau dalam bahasa aslinya adalah empowerment. Merupakan sebuah istilah untuk mendefinisikan suatu kegiatan untuk menggalakkan atau meningkatkan nilai geraknya. Ekonomi mikro sudah sejak lama sebenarnya menjadi tulang punggung negara kita. Tengoklah koperasi yang sudah sejak dari dulu (kurang lebih tahun 50an), adalah idola masyarakat Indonesia. Jika kekurangan modal atau ingin pinjam uang sekadar untuk membiayai anak sekolah, maka koperasi adalah jawabanya. Bukan yang lain. Dan pada jaman itu pula (menurut orang-orang yang hidup pada jaman itu, dan sampai sekarang masih hidup), terjadi jaman makmur. Rakyat tidak pernah merasakan kekurangan. Baru pada tahun 1960-an, tindakan subversif PKI mulai mengawali ”swasembada” pangan rakyat mulai buyar. Tahun 70-80an ketergantungan terhadap lembaga keuangan mikro yang bernama koperasi perlahan-lahan luntur. Era berikutnya sampai sekarang, lembaga keuangan mikro sejenis mulai tergeser oleh Bank (yang notabene sebagai lembaga keuangan makro). Yang menyedihkan lagi, justru semakin ke era reformasi dan demokrasi sekarang ini, yang namanya tengkulak dan debt collector atau lintah darat tetap berjaya menyelenggarakan prakteknya. Rakyat kecil sulit percaya pada lembaga keuangan makro seperti bank karena prosedurnya dianggap susah, bunganya tinggi.
Yang diperlulakan adalah sebuah pemberdayaan lembaga keuangan mikro yang ”mantap”. Semenjak ”turunnya” fungsi lembaga keuangan mikro yang mulai hilang dari kepercayaan rakyat, maka pemerintah telah menggulirkan berbagai macam program. Mulai dari pemahaman koperasi di sekolah-sekolah (dijadikan pelajaran sampai koperasi sekolah), sampai program0program modern seperti saat ini. Ada KUR (Kredit Usaha Rakyat), BLT dan semacamnya. Program-program itu tidak semuanya benar-benar menggandeng lembaga keuangan mikro yang lebih dekat dengan rakyat. BLT disampaikan langsung ke rakyat. Tidak ada kerjasama atau kolaborasi dengan lembaga keuangan mikro seperti BPR (Bank Perkreditan Rakyat), BMT dan koperasi simpan pinjam. KUR justru lebih ”bersahabat” dengan bank-bank besar seperi Mandiri dan BRI.
Program pemberdayaan dan pendampingan dari lembaga keuangan mikro kepada usaha rakyat kecil (baca: UKM, usaha kecil menengah) memang tidak sedikit. Pemerintah berualng-ulang membuat program baru, tapi apakah dilakukan secara konsisten dari tahun ke tahun, dan kebijakan ekonomi makro berpihak pada kebijakan ekonoi mikro? Tidak semuanya ternyata. Sebagai contoh di Manding Yogyakarta. Adalah sebuah komplek kerajinan kulit untuk menghasilkan produk tas, sepatu dan sabuk. Sekarang terpuruk karena kalah nilai jualnya dengan investor-investor asing dari luar negri yang membuat pabrik di Jogja. Kebijakan pemerintah setempat mengijinkan investor asing membuat pabrik pesaing dari para pengrajin Manding. Terpuruklah sekarang. Koperasi di daerah Manding tidak bisa berkutik. Investor asing membuat pabrik langsung di Jogja dengan alasan padat karya. Dan pemerintah setempat dengan ”kebijakan ekonomi makro”nya mengijinkan. Tentu saja harga jual produk pabrik bisa lebih rendah, dan laris manis di pasaran. Produk dari pengrajin Manding, dengan harga sedikit lebih mahal, perlahan-lahan ”dimatikan” sendiri oleh kebijakan ekonomi makro pemerintah. Kondisi yang terjadi sekarang, para pengrajin memilih berhenti memproduksi kerajinan kulit, dan memasok barang dari daerah Jawa Timur seperti Magetan dan Ngawi, yang produknya lebih murah, sehingga laku di pasaran.
Kondisi sekarang (2008) memang sudah ”lebih diperhatikan” oleh pemerintah. Bank Indonesia melalui pemberdayaan UKM mulai ”memberdayakan” pengrajin Manding untuk bangkit. Tapi tetap saja kebijakan ekonomi makro belum sinkron, dan butuh waktu lama untuk memperbaiki ”ekonomi” warga Manding.
Pembangunan mal-mal dan pusat perbelanjaan supermarket juga bukan hal yang ”bijak” untuk pemberdayaan ekonomi mikro. Sebagai contoh didirikannya CareFour di Jogja. Terang saja masyarakat berduyun-duyun untuk datang dan rajin belanja di sana. Suasana lebih nyaman, bisa nongkrong dan murah pula. Dan masyarakat sejatinnya memberikan keuntungan paling besar kepada pemilik CareFour, investor dari Prancis, bukan masyaraat pribumi. Para penjual jajanan di pasar, toko-toko kecil yang berjumlah ratusan dan ribuan mulai “dimatikan” secara perlahan-lahan oleh kebjikan ekonomi makro. Kebijakan ”membolehkan” supermarket atau pusat perbelanjaan dengan investor dari luar negri untuk ”memupuk” kekayaan yang berlimpah ruah. Tapi UKM dan warga pribumi Indonesia hanya dapat keuntungan yang sedikit. Sedikit dibandingkan dengan investor asisng. Memang seolah-olah pembangunan Mal adalah padat karya, tapi jika dihitung jangka panjang, belum tentu seperti itu.
Kebijakan ekonomi mikro memang lebih tidak popular ”diperhatikan” oleh pemerintah. Padahal kebijakan ekonomi makro adalah kumpulan dari pembangunan ekonomi-ekonomi mikro. Indonesia yang punya predikat negara ke-4 dunia (data tahun 2008) dan hutan terluas ketiga di dunia (data tahun 2008), adalah negara yang sangat komplek. Dan kekomplekan berasal dari ”puing-puing” yang kecil. ”Puing-puing” ekonomi Indonesia adalah ekonomi mikro; BPR, BMT, Koperasi Simpan Pinjam, UKM dan sejenisnya. Keterpurkan impor-impor komoditas pangan (padahal Indonesia adalah negara dengan julukan gemah ripah loh jinawi), seperti kedelai (impor tahun 2008 diperkirakan 800 ribu ton, dengan kebutuhan 2 juta ton), dan beras (impor tahun 2008 bisa mencapai 400 ribu ton, dengan kebutuhan kurang lebih 2 juta ton); sudah saatnya diakhiri.

Penutup
Pemberdayaan Ekonomi Mikro di Indonesia hendaknya mengacu pada prinsip-prinsip dasar pendampingan masyarakat, yaitu: belajar dari masyarakat, pendamping sebagai fasilitator dan dapat tercipta saling belajar dan berbagi pengalaman.
Sehingga dapat membangaun perekonomian Indonesia yang lebih baik dan dapat menjadikan perekonomian yaag setabil. Dan  dibutuhkan semua pihak untuk membantu membeli hasil pangan dari rakyat,  pemberdayaan lembaga keuangan mikro, UKM bekerjasama dengan lembaga keuangan mikro (BMT, BPR, Kospinjasa, Koperasi Karyawan, dll), dan kebijakam makro yang selalu ”mendukung” pemberdayaan ekonomi makro. Tidak ”seolah-olah membiarkan” keuntungan terbesar perekonomian berada di investor asing.
Implementasi kebijakan dalam rangka strateg  pemberdayaan masyarakatuntuk mengembangkan UKM tidak bisa secara parsial hanya bidang ekonomi permodalan saja, namun juga harus berorientasi secara keseluruhan atas kebutuhan UKM baik secara individu maupun kelompok termasuk mendasarkan pada potensi sumberdaya manusianya. Dengan melibatkan secara partisipatif dan lebih bersifat bottom up ternyata partisipasi UKM untuk pemberdayaan diri mereka sendiri akan berhasil dan pada gilirannya secara intergral akan mampu memberikan dampak perkembangan bagi perekonomian wilayah.

Refrensi:
BDS LPPM UNS. 2005. Pasar Keuangan Mikro. Pelatihan Kredit Usaha Mikro dan Kecil Bagi Bank Umum. Kerjasama LPPM UNS dengan BI Kediri.
Karsidi, Ravik.2005 Pemberdayaan Masyarakat Untuk Usaha Kecil Dan Mikro, Disampaikan Dalam Seminar Nasional “Pengembangan Sumberdaya Manusia Indonesia”( Bogor).
http://bertha-40207208.blogspot.com/2010/03/artikel-perkembangan-ekonomi-mikro-di.html
http://haniyulianti.blogspot.com/2010/03/perkembangan-ekonomi-mikro-di-indonesia_15.html    
http://nurrahmanarif.wordpress.com/2008/12/10/pemberdayaan-ekonomi-mikro-indonesia/



.


[1]  Ravik Karsidi, Pemberdayaan Masyarakat Untuk Usaha Kecil Dan Mikro, Disampaikan Dalam Seminar Nasional “Pengembangan Sumberdaya Manusia Indonesia”( Bogor: 2005).
[2]  http://bertha-40207208.blogspot.com/2010/03/artikel-perkembangan-ekonomi-mikro-di.html
[3]  Ibid”hal: 3
[4]  http://haniyulianti.blogspot.com/2010/03/perkembangan-ekonomi-mikro-di-indonesia_15.html
[5]  http://nurrahmanarif.wordpress.com/2008/12/10/pemberdayaan-ekonomi-mikro-indonesia/



oleh : abdul latif / mahasiswa UNIDA Ponorogo

Share it to your friends..!

Share to Facebook Share this post on twitter Bookmark Delicious Digg This Stumbleupon Reddit Yahoo Bookmark Furl-Diigo Google Bookmark Technorati Newsvine Tips Triks Blogger, Tutorial SEO, Info

0 comments "Tugas Mikro Ekonomi", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment

Anda peminat madu asli?
Kunjungi target='blank'>Amiriyah madu