Thursday, December 6, 2012

Pandangan Fiqih Tentang Reksa Dana Syari’ah

Sebenarnya, makna umum dari Reksa Dana syari’ah tidak jauh berbeda dengan nakna Reksa Dana pada umumnya. Perbedaannya terletak pada operasional dimana dalam Reksa Dana syari’ah menggunakan ketentuan prinsip syari’ah. Dalam fatwa DSN MUI Reksa Dana syari’ah dibolekan dengan alasan dalil Istishab, Maslahat dan Urf. Dalam penjelasannya disebutkan: Pada prinsipnya setiap sesuatau dalam muamalat adalah dibolehkan selama tidak bertentangan dengan Syariah, mengikuti kaidah fiqih yang dipegang oleh mazhab Hambali dan para fuqaha lainnya yaitu :Prinsip dasar dalam transaksi dan syarat-syarat yang berkenaan dengannya ialah boleh diadakan, selama tidak dilarang oleh Syariah atau bertentangan dengan nash Syariah. ( Al Fiqh al Islamy wa Adillatuh, Juz IV hal 199 ).
Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman agar memenuhi akad yang mereka lakukan seperti yang disebut, dalam Al Qur'an : " Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. ( QS. Al Maidah : 1 ) "Syarat-syarat yang berlaku dalam sebuah akad, adalah syarat-syarat yang ditentukan sendiri kaum muslimin, selama tidak melanggar ajaran Islam. Rasulullah SAW memberi batasan tersebut dalam hadist:" Perdamaian itu boleh antara orang-orang Islam kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Orang-orang Islam wajib memenuhi syarat-syarat yang mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmizy dari Amru bin 'Auf). "Dalam Reksa Dana konvensional berisi akad maumalah yang dibolehkan dalam Islam, yaitu jual beli dan bagi hasil (mudharbah/musyarakah).
Dan disana terdapat banyak maslahat, seperti memajukan perekonomian, saling memberi keuntungan diantara para pelakunya, meminimalkan resiko dalam pasar modal dan sebagainya. Namun didalamnya juga ada hal-hal yang bertentangan dengan Syariah, baik dalam segi akad, operasi, investasi, transaksi dan pembagian keuntungannya.  Syariah dapat menerima usaha semacam Reksa Dana sepanjang hal yang tidak bertentangan dengan Syariah. Dr. Wahbah Az Zuhaily berkata : Dan setiap syarat yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat dan dapat disamakan hukumnya (diqiyaskan) dengan syarat-syarat yang sah. (Al Fiqh al Islamy Wa Adillatuhu, hal 200). Prinsip dalam berakad harus mengikuti hukum yang telah digariskan oleh Allah SWT yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…… ( QS. An Nisaa : 29 ).
Prinsip sayri’ah dalam Reksa Dana syari’ah terlihat dalam penjelasan berikut ini:
a.      Pengunaan Akad (Tatbiq al-Aqdi)
Dalam Reksa Dana terkandung empat unsur utama, yakni:
(1)   Masyarakat pemiliki modal (rab al-Maal)
(2)   Modal yang disetor masyarakat (Maal)
(3)   Manajer investasi sebagai pengelola modal (‘Amil)
(4)   Investasi yang dilakukan oleh manajer investasi (‘amal) 

Dalam kegiatan Reksa Dana syariah tampak tuga subjek hukum dan dua akad. Antara lain:
Pertama, Akad antara investor dengan lembaga menggunakan akad wakalah.  Pada akad wakalah tersebut, pemodal memberikan mandat kepada manajer investasi untuk melaksanakan investasi bagi kepentungan pemodal, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam prospektus. Investasi hanya dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai syari’ah. Keabsahan akad wakalah ini hampir diterima oleh berbagai mazhab.
Kedua, lembaga (Manajer Investasi) dengan pengguna investasi. Adapun akad yang digunakan hendaknya dilakukan dengan sistem Mudharabah/Qiradh. Yang dimaksud dengan Mudharabah disini adalah :" Seseorang memberikan hartanya kepad yang lain untuk diperdagangkan dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi antara kedua pihak, sesuai dengan syarat-syarat yang disepakati kedua belah pihak. Warga Irak menyebutnya Mudharabah sedangkan warga Hijaz mrnyebutnya Qiradh ( Al Mughni Juz V hal 26 ). Pemilik harta (modal) memberikan harta kepada para pekerja untuk menjadi modal dagang, dengan ketentuan bahwa keuntungannya dibagi bersama sesuai dengan syarat yang disepakati kedua pihak. (Al Fiqhul Islamy wa Adillatuh, Juz IV, hal 836). Dengan demikian Mudharabah/Qiradh disepakati bolehnya dalam syariah oleh 4 mazhab fikih Islam.
Mengenai manajer investasi yang berbentuk lembaga badan hukum seperti itu memang belum dikenal selama ini dalam peristilahan fiqih klasik. Tetapi badan hukum tersebut merupakan gabungan dari para pemegang saham yang masing-masing terkena taqlif. Oleh karena itu lembaga tersebut dapat dinyatakan sebagai Syakhsiyyah Hukmiyyah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan Reksa Dana Syariah. Sedangkan para pengurus lembaga tersebut merupakan para wakil. Berkata Dr. Mustafa Ahmad Zarqa.
Fiqih Islam mengakui adanya Syaksiyyah Hukmiyyah atau I'tibariyyah (badan hukum)…. (Madkhal al fiqh al'Aam, Dr. Musthafa Ahmad Zarqa, Vol III hal 256) Berkata Dr. Wahbah Az Zuhaily : Fikih Islam mengakui apa yang disebut dalam hukum positif sebagai syaksiyyah I'tibariyyah atau syakksiyyah ma'nawiyah atau syakhisyah mujarrodah (badan hukum), dengan mengakui keberadaan sebagai lembaga-lembaga umum, seperti yayasan, perhimpunan, perusahaan dan masjid, sebagai syaksiyah (badan) yang menyerupai syaksiyyah manusia pada segi kecakapan memiliki, mempunyai hak-hak menjalankan kewajiban-kewajiban, memikul tanggung jawab yang berdiri sendiri secara umum terlepas dari tanggung jawab para anggota atau pendirinya. ( Al Figh al Islamy wa Adillatuh Juz IV hal 11 ).
Maka dalam prespektif teori akad (Nazariyyat al-Uqud) pelaksanaan Reksa Dana syari’ah mengalami multi akad (akad murakkab) yakni adanya akad wakalah dan mudharabah pararel. Namun multi akad ini sebenarnya berdiri sendiri dan bukan jenis multi akad yang diharamkan.
b.   Investasi yang syar’i/bersih (al-Istisymar al-Syar’i)
Dalam Reksa Dana syari’ah, manajer investasi tidak boleh  menginvestasikan ke dalam perusahaan-perusahaan yang memilki aset atau mekanisme operasional yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Industri-industri tersebut ialah yang bergerak dalam bidang: Minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif beserta derivatifnya; Makanan haram dan derivatifnya; Pornografi dan seni mempamerkan keindahan tubuh wanita; Prostitusi; Perjudian; Perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya dan memberikan serta memperoleh keuntungan melalui bunga (interest); Industri senjata yang secara jelas produknya digunakan untuk melawan dunia Islam atau kaum muslimin. (Lihat: William Clark, Islamic Securities Market: Australian Experience, 1997).
Di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat sejumlah perusahaan publik yang bergerak dalam bidang minuman keras dan pembungaan uang, sedangkan makanan haram dan perjudian biasanya tidak menjadi core business mereka. Adapun industri pornografi, prostitusi pembuatan dan pemasaran senjata, tidak listed di BEi.
Sedangkan yang tidak diperkenankan dari segi operasionalisasi perusahaan publik tersebut ialah perilaku bisnis yang mencerminkan praktik-praktik penipuan, Penimbunan barang (ihtikar), permainan harga (najasy), monopoli dan oligopoli yang bersifat kartel
Selain faktor-faktor di atas, terdapat pula sejumlah perilaku atau cara yang dilakukan oleh mereka yang menerjuni dunia pasar modal.
Perilaku tersebut tidak dapat dibenarkan, baik dalam pandangan Islam maupun etika bisnis pada umumnya. Bahkan regulasi di dalam pasar modal itu sendiri telah melarangnya, berikut sangsi-sangsi yang dapat dikenakan kepada pelakunya. Pelaku dari cara-cara yang tidak dibenarkan ini bisa jadi adalah para investor, penasehat investasi, pialang (broker), akuntan publik, appraisal, internal emiten itu sendiri, maupun yang lainnya.
Perbuatan-perbuatan ini mungkin dilakukan seorang diri atau saling bekerja sama antar pihak-pihak tersebut, demi meraup keuntungan yang tidak jarang cukup fantastis. Cara-cara tersebut ialah: Margin Trading, Short selling, Insider trading, Corner, Window Dressing (rekayasa pembukuan).
c.    Hukum Jual Beli Saham Reksa Dana Syari’ah
Sebelum membahas hukum trading sekuritas dan saham ada baiknya kita mereview beberapa hal yang terkait dengan pasar modal diantaranya:
1.      Surat Berharga Syariah atau Efek Syariah adalah saham perusahaan yang dikategorikan syariah (JII), obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip Syariah.
2.      Informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.
3.      KIK EBA Syariah adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Asset yang Kontrak dan strukturnya sesuai dengan prinsip syariah.
4.      Portofolio Efek Syariah adalah kumpulan Efek Syariah yang dimiliki oleh Pihak Investor.
5.      Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syari’ah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (sahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
6.      Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli Efek, pinjam meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek
7.      Unit Penyertaan adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap Pihak dalam portofolio investasi kolektif. Kriteria Emiten Surat Berharga Syariah:
a.       Jenis usaha, produk dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
b.      Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah antara lain adalah :
1)      Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang;
2)      Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
3)      Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman yang haram;
4)      Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
c.       Emiten Efek Syariah wajib menandatangani dan memenuhi ketentuan akad yang sesuai dengan syariah atas Efek Syariah yang dikeluarkan.
Trading sebelum menjadi istilah dalam capital dan financial market dengan segala distorsinya akibat berbagai penyalahgunaan, substansinya adalah aktivitas jual beli atau bai’. Prinsip umum syariah dalam jual beli sebagaimana dapat disimpulkan dari pendapat para ulama dalam kitab-kitab fiqih seperti M. Rifa’i dalam Kifayatul Akhyar (184) dan Wahbah Az-Zuhaili dalam al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu yaitu:
1.      Pada dasarnya diperbolehkan transaksi jual beli sebagai salah satu sarana yang baik dalam mencari rezki. (QS.al-Baqarah:194, an-Nisa’:29)
2.      Barang ataupun instrumen yang diperjualbelikan itu harus halal sehingga dilarang menjualbelikan barang haram seperti miras, narkoba, bunga bank ribawi. (QS.Al-Maidah: 3, 90)
3.      Bermanfaat dan bermaslahat dengan adanya nilai guna bagi konsumen maupun pembeli serta tidak membahayakan.
4.      Barang yang diperjualbelikan dapat diserahkan, baik secara langsung keseluruhan maupun secara simbolis
5.      Barang yang diperjualbelikan harus jelas keadaannya, sifat-sifatnya, kualitasnya, jumlah dan satuannya dan karakteristik lainnya.
6.      Dilakukan proses “ijab qabul” baik dalam arti tradisionalnya maupun modern. seperti dalam paper trading yang menampilkan dokumen dagang berupa kertas maupun elektronic trading/ e-commerce yang menampilkan data komputer dan data elektronik lainnya (paperless trading). Kedua media tersebut substansinya menunjukkan sifat barang, mutu, jenis, jaminan atas kebenaran data dan dokumen serta bukti kesepakatan transaksi (dealing).
7.      Transaksi dilangsungkan atas dasar saling sukarela (‘an taradhin), kesepahaman dan kejelasan. (QS. An-Nisa’:29)
8.      Tidak ada unsur penipuan maupun judi (gambling). (QS.al-Baqarah:278, al-Maidah: 90)
9.      Adil, jujur dan amanat (QS.al-Baqarah:278)
10.  Dalil umum transaksi jual-beli dalam Allah berfirman: “…dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS.al-Baqarah: 275). “Hai orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,…” (QS. al-Nisa’ : 29). “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…” (QS. al-Ma’idah :1).“…kamu tidak (boleh) menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (QS. al-Baqarah: 279).
Dengan demikian, beberapa hal yang harus dipedomani dalam konteks ini adalah; menghindari unsur spekulasi yang cenderung bersifat maysir yaitu gambling (judi), data dan informasi komoditi jelas baik yang menyangkut satuannya, kualitasnya, kriteria, jenis dan sifat-sifatnya serta harga dan penyerahannya, nilai guna yang membawa maslahat dan tidak membahayakan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa transaksi jual beli surat berharga sebagai instrumen investasi sesuai atau tidak sesuainya dengan syariah menyangkut tiga hal yang menjadi kriteria di pasar modal syariah yakni 1. Investasi dengan cara tradingnya yang di antaranya dengan cara spekulasi yang gambling, 2. Investasi yang tidak sesuai syariah dari segi struktur instrumennya, 3. Investasi yang tidak sesuai syariah dari segi asset/operasional emiten yang bersangkutan. Salah satu indeks saham yang sesuai syariah dari aspek operasional emitennya terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII) terdiri sekitar 30 saham termasuk diantaranya dalam kategori likuid yang dikenal sebagai LQ45 yang diperdagangkan di bursa efek indonesia yang terdiri dari 45 saham pilihan dengan kriteria likuiditas perdagangan dan kapasitas pasar.

Share it to your friends..!

Share to Facebook Share this post on twitter Bookmark Delicious Digg This Stumbleupon Reddit Yahoo Bookmark Furl-Diigo Google Bookmark Technorati Newsvine Tips Triks Blogger, Tutorial SEO, Info

4 comments:

  1. Reksadana Syariat Dalam Sorotan

    Pertanyaan:
    Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
    Bagaimana hukum investasi reksadana di sekuritas syariah?
    Terima kasih Ustadz, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada Anda sekalian beserta keluarga.

    Dari: Ichibi Gara

    Jawaban:
    Pendahuluan

    Harta benda merupakan karunia Allah Ta’ala kepada seluruh umat manusia. Sebagai konsekuensinya, hendaknya harta tersebut dimanfaatkan dengan baik agar tercapai kemaslahatan bagi semua umat. Bukan hanya bagi para pemiliknya, namun juga bagi seluruh komponen umat.

    Ibnu Katsir berkata, “Penentuan orang-orang yang berhak mendapatkan harta rampasan perang bertujuan untuk melindungi mereka, agar orang-orang kuat nan kaya tidak memonopoli pemanfaat harta tersebut. Akibatnya orang-orang kuat membelanjakannya hanya untuk memenuhi kesenangan dan keinginan pribadi mereka, tanpa memperdulikan nasib kaum fuqara’. (Tafsir Ibnu Katsir, 8:67)
    Mengenal Arti Reksadana Syariah

    Reksadana berfungsi sebagai wadah atau lembaga intermediasi yang membantu masyarakat pemodal dalam menempatkan modalnya. Investasi melalui reksadana memiliki berbagai kelebihan, di antaranya:

    Dana Anda dikelola oleh satu tim ekonomi yang handal nan profesional.
    Biaya yang harus Anda tanggung relatif murah.
    Adanya transaparasi informasi.
    Ada bagian dari keuntungan hasil usaha.

    Selisih antara harga beli dan jual (capital gain).

    Di negri kita, Dewan syariah Nasional (DSN) telah menerbitkan fatwa no: 20/DSN-MUI/IV/2001, tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah. Fatwa DSN ini menjadi pedoman utama bagi pelaksanaan reksadana umat.
    Mekanisme Praktek Reksadana Syariah

    Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang pasar modal, menjelaskan bahwa reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal. Dan setelah terkumpul dana tersebut, oleh manejer investasi, diinvestasikan dalam portofolio efek.

    Reksadana dapat terlaksana bila melibatkan 4 pihak berikut:

    Masyarakat pemodal
    Sebagai pemilik dana. Mereka berhak mendapatkan dua hal: bukti kepemilikan yang berupa unit penyertaan reksadana syariah dan bagian dari hasil investasi.

    Manajer Investasi
    Mewakili masyarakat pemodal dalam pengelolaan dana mereka. Atas perannya ini, manejer investasi berhak mendapatkan fee, dengan persentase tertentu dari nilai aktiva bersih reksadana. Sebaliknya bila terjadi kerugian atau gagal usaha, maka manejer investasi tidak menanggung resiko kerugian, selama bukan karena kelalaian atau kesengajaan.

    ReplyDelete
  2. Emiten
    Pihak yang menerbitkan efek dan sekaligus pengguna investasi masyarakat pemodal dalam berbagai usaha halal yang ia jalankan. Penggunaan dana masyarakat pemodal ini dilakukan dengan skema bagi hasil atau mudharabah.

    Bank Kustodian
    Pihak yang bertugas melayani penitipan, menghitung, menerima dan melakukan pembayaran berbagai pembiayaan terkait. Dengan peran ini, bank kustodian mendapatkan fee yang dengan persentase tertentu dari nilai aktiva bersih reksadana.
    Tinjauan Hukum Syariat.

    Dengan mencermati rangkuman penjelasan di atas, maka ada tiga kejanggalan yang menurut hemat saya, mengurangi status kehalalan model investasi ini;

    Pertama, Hak Masyarakat Pemodal
    Masyarakat pemodal hanya mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa unit penyertaan modal, dan bukan kepemilikan atas unit usaha yang dikelola oleh emiten sebagai pengguna. Padahal, akad yang mengikat mereka, yang diwakili oleh Manejer Investasi dan emiten adalah akad mudharabah. Seharusnya masyarakat pemodal berperan sebagai sahib al-mal (pemilik harta), berupa modal dan tentunya unit usaha yang dijalankan dengan modal mereka.

    Walau demikian, tatkala terjadi kegagalan usaha, masyarakat pemodal diminta bertanggung jawab atas resiko kerugian sebesar persentase modal yang mereka sertakan.

    Adapun bukti unit penyertaan modal Reksadana yang diterima oleh masyarakat pemodal, sejatinya hanyalah bukti pengakuan wakalah yang diterbitkan oleh manejer investasi. Dan tentunya Anda memahami bedanya dengan bukti kepemilikan atas unit usaha yang dijalankan oleh emiten dengan dana mereka.

    Pada kasus Reksadana telah terjadi ketidak-adilan, karena masyarakat pemodal harus menanggung kewajiban yang melebihi batas kewajaran. Hak kepemilikannya dipindahkan kepada emiten, tanpa ada alasan yang dibenarkan secara syariat pula. Dengan demikian praktek semacam ini adalah bentuk memakan harta orang lain dengan cara-cara yang tidak benar. Allah berfirman, yang artinya,

    وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ

    “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. Al Baqarah: 188)

    Kedua, Hak Manejer Investasi
    Atas jasanya, manejer investasi yang berperan ‘mewakili’ masyarakat pemodal, berhak mendapatkan bagian dari nilai aktiva bersih yang dihitung dalam persentase. Akad ini, dalam disiplin ilmu fiqih disebut dengan akad ijarah (jual jasa) atau akad ju’alah (upah).

    Kemudian, ulama fiqih telah menjelaskan bahwa upah dalam kedua jenis akad itu haruslah ditentukan dalam bentuk nominal, dan bukan dalam persentase. Penentuan hak manejer investasi dalam persentase semacam ini termasuk bentuk gharar yang diharamkan dalam syariat.

    “Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli untung-untungan (gharar).” (HR. Muslim)

    Ketiga, Hak Bank Kustodian
    Bila Anda cermati dengan seksama, tugas Bank Kustodian hanyalah sebatas memberikan layanan, dengan demikian sejatinya akad yang mengikat bank kustodian adalah akad ijarah. Konsekuensinya, seharusnya imbalan yang mereka terima adalah upah yang dtentukan dalam nominal tertentu dan bukan dalam persentase dari nilai aktiva bersih reksadana.

    Catatan Redaksi Pengusaha Muslim

    Artikel di atas adalah sinopsis dari artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifin Baderi. Artikel ini diterbitkan di majalah Pengusaha Muslim edisi 25, yang secara khusus mengupas tentang studi kritis terhadap produk bank syariah.
    http://www.konsultasisyariah.com/reksadana-syariat-dalam-sorotan/

    ReplyDelete
    Replies
    1. assalamualaikum,,,,
      terimakasih atas penjelasannya,,, sejujurnya, saya gak nyangka banyak yang berkunjung dblog saya...
      artikel yang ada dblog sini, saya dapat dari tugas kuliah saya pada zaman dulu, dan tugas teman2 sejurusan

      mohon pencerahannya,,
      ziyanul@gmail.com

      sekali lagi saya ucapkan terimakasih

      Delete
  3. Terima kasih pencerahannya. Aku lagi pengen coba reksadana tapi masih bingung hukum Islamnya.

    ReplyDelete

Anda peminat madu asli?
Kunjungi target='blank'>Amiriyah madu